09 September 2013
Aku anak pertama dari
dua bersaudara yang keduanya adalah perempuan. Aku sekarang berumur 21
tahun dan Lani adikku berumur 18 tahun.
Sebenarnya keluarga
kami adalah keluarga yang cukup berbahagia jika Ayah sedang tidak kumat. Ayah
dapat menjadi kawan diskusi yang baik, bahkan seringkali Ayah memasak untuk
kami serumah.

Bahkan Ayah tak
peduli kemarahannya bisa saja meledak sewaktu-waktu dimuka umum, misalnya di
mall atau dijalan.
Ayah juga tak takut jika
ada orang lain ingin membantu meleraikan kemarahan Ayah, maka orang tersebut
akan dimaki-makinya pula.
Justru Bunda yang kasihan, karena seringkali lebam-lebam mukanya akibat tamparan Ayah. Tapi Bunda terus menerus membiarkan dirinya disakiti Ayah karena menurut Bunda pernikahan itu untuk pertama dan yang terakhir.
Aku dan lani tak dapat berbuat banyak untuk membantu Bunda karena Bunda tak ingin masalah berlarut, jadi Bunda selalu mengalah dan membiarkan dirinya menjadi bulan-bulanan Ayah jika Ayah sedang marah.
Dulu, Bunda kerap mengurung kami berdua dikamar agar kami tak melihat kelakuan Ayah, bahkan beberapa kali Bunda meminta dirinya saja yang dipukul untuk menggantikan tamparan Ayah ke aku atau Lani. Dan kemudian Ayah malah menampar Bunda sekaligus kami anak-anak kandungnya.
Ayahku memang
temperamental, dan itu yang membuat aku dan Lani serta Bunda takut berbuat
kesalahan.
Aku dan Lani selalu mengurung diri dikamar agar tak membuat kesalahan yang berakibat tamparan keras dipipi. Bunda juga begitu, tak ingin membuat kesalahan sedikitpun dimata Ayah agar Ayah tak meninjunya.
Sekarang rasanya aku
tak bisa membiarkan kelakuan Ayah berlarut seperti itu, hingga aku belajar
sungguh-sungguh agar segera selesai sekolah kemudian mencari kerja dan
menampung Bunda dan Lani untuk tinggal bersamaku saja.
Aku sudah muak dengan kelakuan Ayah. Tapi karena secara materi kami tergantung oleh Ayah, kami mencoba bersabar dan menunggu waktu yang tepat untuk pergi meninggalkan Ayah.
Aku sungguh-sungguh muak dengan sikap Ayah, aku menginginkan mempunyai Ayah yang tak keji kepada kami keluarganya sendiri. Aku juga tak mau merawat Ayah jika Ayah sudah renta nantinya, aku benci mempunyai Ayah sadis. (pw)
0 komentar:
Posting Komentar