30
September 2013
Suara ketukan pintu
itu seakan membangunkanku dari mimpi. Suara lembut nan damai terungkap dari
kasih sayang seorang ibu.
“Cherly….. bangun nak. Sudah jam berapa ini kamu masih tidur. Bisa kesiangan kamu nanti,” teriakan lembut dari ibu.
“Cherly….. bangun nak. Sudah jam berapa ini kamu masih tidur. Bisa kesiangan kamu nanti,” teriakan lembut dari ibu.
Seakan masih setengah sadar aku mengingat mimpi apa yang
semalaman terjadi. Hmmm nampaknya hanya mimpi bertemu dengan seorang yang masih
samar untuk calon pangeranku kelak.
Pagi yang sejuk dengan sepotong roti gandum dan susu cokelat yang hangat, memberikan semangat bagiku untuk melalui hari ini penuh dengan keceriaan. Layaknya buah strawbery yang menyimpan rasa asam dan manis namun ia selalu memberiakan suatu warna keceriaan.
Waktu sudah menunjukan pukul tujuh tiga puluh pagi, kali ini aku mengawali hari dengan busana serba merah mudah, jangan panggil aku Cherly kalau tidak bisa menghadirkan kecerian di setiap harinya.
Macetnya kota Jakarta seakan menjadi sarapan pagiku, aku laju mobil dengan semboyan “Alon-alon asal kelakon”, yups tak perlu terburu-buru yang penting aku bisa sampai dengan selamat sampai tujuan.
Sesampainya di kantor, nampaknya aku harus menutup telinga dengan sepasang headset karena ledakan bom hirosima alias suara si bos, yang akan membuat kupingku sedikit pengang. Maklum saja ini sudah ketiga kalinya aku datang telat.
“ Cherly………… Sudah jam berapa ini,” teriak bos.
Berpura-pura melepas headsetku, aku jawab dengan santainya.
“Aduh bos jam berapa ya? Masih jam tujuhkan,” jawab aku.
“Cherly… ini sudah jam 10 tahu, kenapa kamu telat,” balas bos ku.
“Opsss bos maaf, ternyata jamku ngaco, kupikir masih jam tujuh, “ kata aku sembari terburu ingin ke toilet.
Aku yang tengah berada di toilet, mendengar suatu rintihan kesedihan dari dalam bilik. Sepertinya aku mengetahui suara tersebut, aku pun sengaja tidak beranjak dari ruang toilet tersebut untuk melihat siapa orang yang tengah bersedih itu. Ternyata orang yang berada dalam bilik toilet itu adalah Popy. Ya dia partner kerjaku dan sekaligus teman yang terbilang penuh keceriaan pula.
Entah ada apa Popy terlihat begitu bersedih, saat aku sapa dirinya seakan dia menghindar dari hadapan aku. Popy masih terlihat sedih, aku pun langsung memberikan sepotong cokelat untuknya. Kata orang sih cokelat bagus untuk mengembalikan mood kita.
Namun sepertinya cokelat yang aku berikan ke dia tidak memberikan reaksi baik. Justru malah sesuatu tengah terjadi kepada Popy. Aku dapati dirinya, berada di tempat tangga darurat sambil menangis-nangis.
Pikiran buruk pun menyelimuti di otakku, melihat Popy seperti orang yang sangat frustasi. Aku takutkan kala itu dirinya nekat bunuh diri, di tempat itu. Dengan memberanikan diri aku, langsung menghampirinya.
“Popy, kamu kenapa darling. Ngapain kamu di tempat seperti ini sembari menangis-nangis,” ucapku.
Pagi yang sejuk dengan sepotong roti gandum dan susu cokelat yang hangat, memberikan semangat bagiku untuk melalui hari ini penuh dengan keceriaan. Layaknya buah strawbery yang menyimpan rasa asam dan manis namun ia selalu memberiakan suatu warna keceriaan.
Waktu sudah menunjukan pukul tujuh tiga puluh pagi, kali ini aku mengawali hari dengan busana serba merah mudah, jangan panggil aku Cherly kalau tidak bisa menghadirkan kecerian di setiap harinya.
Macetnya kota Jakarta seakan menjadi sarapan pagiku, aku laju mobil dengan semboyan “Alon-alon asal kelakon”, yups tak perlu terburu-buru yang penting aku bisa sampai dengan selamat sampai tujuan.
Sesampainya di kantor, nampaknya aku harus menutup telinga dengan sepasang headset karena ledakan bom hirosima alias suara si bos, yang akan membuat kupingku sedikit pengang. Maklum saja ini sudah ketiga kalinya aku datang telat.
“ Cherly………… Sudah jam berapa ini,” teriak bos.
Berpura-pura melepas headsetku, aku jawab dengan santainya.
“Aduh bos jam berapa ya? Masih jam tujuhkan,” jawab aku.
“Cherly… ini sudah jam 10 tahu, kenapa kamu telat,” balas bos ku.
“Opsss bos maaf, ternyata jamku ngaco, kupikir masih jam tujuh, “ kata aku sembari terburu ingin ke toilet.
Aku yang tengah berada di toilet, mendengar suatu rintihan kesedihan dari dalam bilik. Sepertinya aku mengetahui suara tersebut, aku pun sengaja tidak beranjak dari ruang toilet tersebut untuk melihat siapa orang yang tengah bersedih itu. Ternyata orang yang berada dalam bilik toilet itu adalah Popy. Ya dia partner kerjaku dan sekaligus teman yang terbilang penuh keceriaan pula.
Entah ada apa Popy terlihat begitu bersedih, saat aku sapa dirinya seakan dia menghindar dari hadapan aku. Popy masih terlihat sedih, aku pun langsung memberikan sepotong cokelat untuknya. Kata orang sih cokelat bagus untuk mengembalikan mood kita.
Namun sepertinya cokelat yang aku berikan ke dia tidak memberikan reaksi baik. Justru malah sesuatu tengah terjadi kepada Popy. Aku dapati dirinya, berada di tempat tangga darurat sambil menangis-nangis.
Pikiran buruk pun menyelimuti di otakku, melihat Popy seperti orang yang sangat frustasi. Aku takutkan kala itu dirinya nekat bunuh diri, di tempat itu. Dengan memberanikan diri aku, langsung menghampirinya.
“Popy, kamu kenapa darling. Ngapain kamu di tempat seperti ini sembari menangis-nangis,” ucapku.
Aku pikir Popy akan
meminta aku untuk menjahuinya, dan ternyata tidak. Justru langsung memeluk erat
tubuhku sembari ia mengungkapkan kesedihannya.
“Aku benci dengan bajingan itu, aku benci dia. Kenapa dia harus ada di hidupku. Kini aku mengandung janin anaknya dan entah apa yang harus aku lakukan. Bajingan itu tidak terima bahwa dialah ayah dari anak ini, ” jerit Popy kepadaku.
“Aku benci dengan bajingan itu, aku benci dia. Kenapa dia harus ada di hidupku. Kini aku mengandung janin anaknya dan entah apa yang harus aku lakukan. Bajingan itu tidak terima bahwa dialah ayah dari anak ini, ” jerit Popy kepadaku.
Mendengar seperti
itu, aku pun tertegun melihat mata Popy. Kesopanan dan keluguannya seakan
membuat air mata ini mengalir secara perlahan.
“Siapa yang menghamili kamu Pop, Jery kah orangnya?,” tanya aku.
Popy pun menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya. Yang mana kala itu dirinya ternoda akibat rayuan gombal Jery, padahal Popy pun menolak untuk tidak melakukannya. Namun karena Jery berjanji akan melamar Popy secepatnya, hingga akhirnya Popy pun merelakan kembangnya kepada Jery, meskipun dosa sudah ia torehkan.
Popy yang dinyatakan positif mengandung anak Jery, ternyata kabar tersebut tidak disambut baik oleh Jery. Justru kini Jery kabur ke luar negeri, dan dirinya mengatakan dengan keji kalau janin yang dikandung oleh Popy bukanlah anaknya.
“Siapa yang menghamili kamu Pop, Jery kah orangnya?,” tanya aku.
Popy pun menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya. Yang mana kala itu dirinya ternoda akibat rayuan gombal Jery, padahal Popy pun menolak untuk tidak melakukannya. Namun karena Jery berjanji akan melamar Popy secepatnya, hingga akhirnya Popy pun merelakan kembangnya kepada Jery, meskipun dosa sudah ia torehkan.
Popy yang dinyatakan positif mengandung anak Jery, ternyata kabar tersebut tidak disambut baik oleh Jery. Justru kini Jery kabur ke luar negeri, dan dirinya mengatakan dengan keji kalau janin yang dikandung oleh Popy bukanlah anaknya.
Popy merasa hampir
frustasi dengan keadaanya, sempat kepikiran bahwa Popy akan nekat gantung diri
atas keadaanya sekarang. Popy masih merahasiakan ini dari keluarganya yang
berada di Bandung, ia takut jika nanti menjatuhkan nama baik keluarganya.
Aku mencoba untuk meredam emosinya dan memberikan solusi terbaik bagi Popy, hingga aku pun berdoa dalam lamunanku agar Tuhan segera memberikan dan memaafkan segala dosanya.
Tanpa disadari, Rey yang juga merupakan teman kantor aku dan Popy mendengar curhatanku saat aku di tangga darurat. Dengan cepatnya Rey menarik tanganku, dan memintaku untuk menjelaskan apa yang telah terjadi pada Popy.
Aku mencoba untuk meredam emosinya dan memberikan solusi terbaik bagi Popy, hingga aku pun berdoa dalam lamunanku agar Tuhan segera memberikan dan memaafkan segala dosanya.
Tanpa disadari, Rey yang juga merupakan teman kantor aku dan Popy mendengar curhatanku saat aku di tangga darurat. Dengan cepatnya Rey menarik tanganku, dan memintaku untuk menjelaskan apa yang telah terjadi pada Popy.
Aku sulit untuk
menjelaskannya kepada Rey, namun apa daya sepertinya Rey sudah mendengar apa
semua yang telah terjadi. Rey seperti sangat kecewa sekali dengan kabar
tersebut, dan siapa mengira bahwa Rey ternyata menyimpan rasa kepada Popy.
“Cher, jujur selama ini aku menyimpan rasa hati pada Popy. Segala bentuk perhatian meskipun tak terbalas oleh Popy tidak mengendurkan rasa cinta ini kepadanya. Mungkin cinta saat sudah tak mengenal apa dan siapa dan bagaimana terhadap orang sudah kita cinta. Namun Popy lebih memilih sosok Jery yang mungkin tidak pantas untuknya,” ucap Rey.
“Cher, jujur selama ini aku menyimpan rasa hati pada Popy. Segala bentuk perhatian meskipun tak terbalas oleh Popy tidak mengendurkan rasa cinta ini kepadanya. Mungkin cinta saat sudah tak mengenal apa dan siapa dan bagaimana terhadap orang sudah kita cinta. Namun Popy lebih memilih sosok Jery yang mungkin tidak pantas untuknya,” ucap Rey.

“Rey, aku akan membantu kamu untuk menyampaikan perasaan hatimu kepada Popy. Namun apakah kamu bersedia dengan keadaan Popy sekarang ini. Jika kamu bersedia, aku harap kamu bisa menjaganya dengan baik-baik serta membawanya dalam kehidupan baru tanpa harus mengungkit suatu hal yang pernah terjadi antara Popy dan Jery,” pesanku kepada Rey.
Dengan lantang, Rey pun menyatakan kesiapannya untuk membawa kehidupan baru kepada Popy dan menjadi ayah dari anak yang dikandung Popy. Aku pun langsung mencoba mendekatkan keduanya secara perlahan.
Hingga pada akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Popy terlihat anggun dengan kebaya berwarna putih dengan sanggul indah yang dihiasi bunga-bunga. Dan Rey pun terihat dengan gagah layaknya seorang pahlawan cinta yang rela berkorban kepada orang yang ia cinta.
Dibalik kebahagian yang dialami oleh Popy dan Rey telah menambah goresan tinta dalam buku kehidupanku. Sejenak aku berpaling dari kebahagian Popy dan Rey, aku merasakan kosong dalam keramaian.
Tertinggal kisah-kisah yang masih menyelimuti dalam pikiranku hingga saat ini. Nampaknya Dewa Amor belum memberikan hari dimana aku bisa bersanding dengan sosok pangeran cinta.
Mungkin kebahagian yang kini dialami oleh Popy dan Rey, sempat aku alami dalam hidupku. Bahkan melebihi tentang kisah yang mereka miliki. (bersambung)
Cerita oleh:
Juno